Jogjakarta, 13 Agustus 2012, 20.34.
Teruntuk kamu.
Hai, apa kabar? Aku disini baik-baik saja. Kamu pasti sedang marah kan? Maafkan atas sifat sok tauku, tapi aku berharap itu benar.
Sebelumnya, terima kasih kamu telah menyempatkan membaca surat ini. Yah, mungkin kamu sekarang sedang membacanya, mungkin juga tidak. Entahlah, aku hanya berharap, pesanku segera tersampaikan. Kepada kamu, kepada isi hatimu.
Aku bahagia mengenalmu. Meski sering kali aku bertanya
untuk apa kita dipertemukan jika pada akhirnya
harus seperti ini. Aku menyayangimu, kamu pun juga. Tapi, pada akhirnya aku paham. Itu bukan cinta, sayang, namun hanya keinginan untuk menguasaiku.
Kamu, terima kasih. Waktu, tenaga, pikiran, dan perhatianmu yang tidak habis-habis, terima kasih. Dan setelah membaca kalimat barusan, mungkin kamu berpikir, "itu benar, dan kau tidak." Tidak, sayang. Bagimu benar, bagiku salah. Aku pernah berkata, jangan memaksa jika kamu tidak mampu. Dan nyatanya, kamu memaksakan waktu, tenaga, pikiran, dan perhatianmu yang tidak habis-habis itu. Aku menghargainya, sungguh. Hanya saja, aku selalu meminta agar kamu tidak menyakiti dirimu sendiri karena aku. Karena sejujurnya, aku tidak mau memaksakan diriku. Aku keliatan egois ya? Hahaha. Kamu pasti juga berharap aku akan melakukan hal yang sama. Dan kenyataannya, benar, aku tidak. Sejujurnya aku sendiri sedih, karena kamu sendiri terluka, dan aku tidak melakukan apa yang kamu minta. Maaf ya, mungkin aku memang brengsek.
Kamu ingat obrolan pertama kita di XXI Cafe? Teduh, menenangkan. Tapi kenapa kini kita begini? Kita yang dulu saling mempertahankan, kenapa kini saling melepaskan? Kita yang dulu saling menyayangi, kenapa kini saling membenci? Kenapa kita yang dulu saling mendoakan, kenapa kini saling mengabaikan?
Aku tahu persis, di benakmu, akulah yang patut disalahkan.
Aku egois.
Aku tidak berjuang sama kerasnya denganmu.
Aku tidak memikirkan perasaanmu.
Aku selalu mengabaikan apa yang kamu mau.
Aku .....
Dan mungkin masih banyak lagi.
Maaf. Tapi, mungkin bagimu maaf saja tidak cukup.
Yang sebenarnya ingin aku katakan, kamu yang merubah aku.
Aku tidak bahagia. Aku merasa terjerat, terkekang, tidak bebas semauku. Sayang, aku ini manusia. Jika aku harus selalu menuruti apa maumu, lantas mauku dikemanakan? Sayang, aku hampir selalu ada. Saat kamu membutuhkanku, aku berusaha ada. Saat kamu bete, aku berusaha menenangkan. Bahkan saat kamu menolakku saat berusaha menenangkan, aku berusaha sabar. Tapi benar yang dikatakan orang-orang, sabar ada batasnya. Dan inilah batasku, di saat kamu tidak bisa menolerir teman-temanku, di saat kamu tidak bisa membiarkan aku berkreativitas, di saat kamu marah ketika aku tidak bisa ada, di saat apa yang kamu mau tidak bisa teruruti, di saat .....
"KAMU BRENGSEK!" aku yakin ini ada di benakmu sekarang.
Jujur, dulu aku bahagia bersamamu. Melakukan apa saja, asal denganmu terasa menyenangkan. Namun entah, makin lama kamu menjadi ingin menguasai aku. Aku tidak nyaman lagi. Aku bingung, di mana jalan pulangku, dimana rumahku? Dan aku tidak bisa menolerir kamu lagi. Sayangku tidak hilang, hanya terkikis perlahan... dan perlahan... dan perlahan... dan perlahan... dan perlahan...
Maaf. Entah sudah berapa kata maaf terucap, tapi aku bersungguh-sungguh meminta maaf karena telah membuang-buang waktumu hanya untuk seorang aku.
Kamu mau tau apa yang aku lakukan saat ini? Membuat kamu membenci aku. Berharap itu tidak enak, apalagi kalo diberi harapan. Sayang, aku pernah ada di posisi kamu, dan saat itu dia menjanjikan aku kepastian... yang tidak ada. Itu sakit. Makanya, aku tidak mau kamu menjadi aku. Dan ternyata sukses kan? Kamu sukses membenci aku, begitu pula dengan kakakmu dan teman-temanmu. Aku tidak apa-apa, ikhlas. Aku bahagia jika kamu bahagia.
Sampai jumpa. Ini surat terakhir untukmu, dan tentu yang pertama karena aku belum pernah menulis sepanjang ini. Hahaha, aku jadi ingat kamu selalu mengirimkan kata-kata cinta yang super panjang yang sesungguhnya aku malas membaca. Ah, bercanda kok. Tapi, aku berharap kamu membaca ini, dan memahami. Semoga kamu bahagia ya, pokoknya yang sukses. Titip salam buat yangkung, yangti, papa, mama, kakak. Oiya, titip salam juga untuk kedua anjing itu, aku kangen mengelus-elus kepala mereka sambil mencubiti perut mereka hahaha...
Yah, mungkin itu saja dariku. Semoga, jika kita bertemu suatu saat nanti, kita bisa bercanda lagi, sebagai teman yang baik. Sampai jumpa.
Aku,
Aditya Adinata.
So awesome. Keep writing adot. Love you!
ReplyDeleteSubhanallah:)
ReplyDelete