Monday, February 3, 2014

Dua Sisi



Salam, Nona Naya
Kau harus tahu betapa gemetarannya aku ketika aku menerima sepucuk surat di depan rumahku. Tak kusangka, kau mengingatku, bahkan membalas suratku. Sungguh, Nona. Aku harus menjewer daun telingaku untuk benar-benar memastikan ini bukan mimpi.

Nona Naya,
Aku ingin bercerita tentang hariku. Pagi kumulai dengan cukup baik. Secangkir kopi dan sepiring nasi goreng sebagai paragraf pembuka cerita. (Aku tahu tak baik makan makanan penuh minyak di pagi hari, namun aku tak bisa menahannya). Segera aku menuju ke rumah sakit, menjalani profesiku sebagai seorang tenaga medis. Pernah kau bayangkan, Nona? Menjalani hari yang hampir identik, rutinitas yang memandulkan kreativitas. Bukan, bukan berarti aku menyesal. Aku sangat senang bisa membantu orang lain. Bahkan ini mimpiku. Hanya saja aku takut melewatkan banyak kesempatan. Aku takut tak bisa melanjutkan hobi mengoleksi lukisan. Aku takut tak bisa mengekspresikan isi kepalaku dengan menulis. Aku takut tak bisa menjelajahi kota-kota menarik di berbagai belahan dunia. Ide bagaimana kesibukan menyita waktumu hingga tak sadari kau menua dan mimpi-mimpi yang kau gantung setinggi bintang hanya menjadi mimpi belaka bak film horor bagiku. Dan kau tahu, yang pada akhirnya menantimu adalah kematian. Ah, kurasa aku terlalu banyak mengeluh.
Kembali pada ceritaku. Seusai bekerja, aku mampir ke warung makan favoritku di daerah Gejayan. Sederhana memang, namun mereka menyajikan hot plate ayam terlezat se-Yogyakarta. (Tentu kita harus mencobanya). Kemudian, aku memberi kejutan kepada ibuku dengan datang ke rumahnya. Beliau tersenyum lebar saat melihatku datang membawa dua buah kue pukis kesukaannya. Kami menghabiskan waktu mengobrol tentang pekerjaan dan rencanaku tahun ini sebelum aku memeluknya dan pulang ke rumah.
Bagaimana denganmu, Nona? Aku yakin harimu pasti jauh lebih menyenangkan.

Nona Naya,
Maaf jika aku seringkali membahas tentang kematian. Selain karena profesiku yang sangat berdekatan dengannya, aku sendiri sangat tertarik dengan konsep serta misteri yang yang menyusun inti semesta. Ibaratnya, kehidupan adalah koin. Tentu setiap koin memiliki dua sisi. Salah satunya, kematian. Kematian dilambangkan sebagai dewa penghancur. Ia katastropik, menghancurkan siapapun tanpa ampun. Jiwa, mimpi, harapan, apapun itu kelak kan direnggutnya. Dan setiap hari kita mengharapkan hadirnya sisi lain dari koin tersebut. Ya, kelahiran.

Nona Naya,
Berkaitan dengan keinginanmu untuk menulis artikel tentang hobiku, bagaimana dengan Rabu minggu ini? Karena Senin malam, aku sudah menyiapkan makan malam spesial bersama tunanganku.
Aku tahu sebuah kafe di daerah Kotabaru yang mungkin kau suka. Tempatnya unik, penuh dengan sentuhan klasik di setiap sudutnya. Lantai parquet, jam antik, dan tempatnya yang tak banyak orang membuat suasana kafe ini begitu harmoni. Kau pasti suka.

Nona Naya,
Hari ini adalah hari yang baik. Dan suratmu, melengkapinya.
Selamat malam, Nona.

2 comments: