Salam, Nona Naya
Kau
harus tahu betapa gemetarannya aku ketika aku menerima sepucuk surat di depan
rumahku. Tak kusangka, kau mengingatku, bahkan membalas suratku. Sungguh, Nona.
Aku harus menjewer daun telingaku untuk benar-benar memastikan ini bukan mimpi.
Nona
Naya,
Aku
ingin bercerita tentang hariku. Pagi kumulai dengan cukup baik. Secangkir kopi
dan sepiring nasi goreng sebagai paragraf pembuka cerita. (Aku tahu tak baik
makan makanan penuh minyak di pagi hari, namun aku tak bisa menahannya). Segera
aku menuju ke rumah sakit, menjalani profesiku sebagai seorang tenaga medis. Pernah
kau bayangkan, Nona? Menjalani hari yang hampir identik, rutinitas yang
memandulkan kreativitas. Bukan, bukan berarti aku menyesal. Aku sangat senang bisa
membantu orang lain. Bahkan ini mimpiku. Hanya saja aku takut melewatkan banyak
kesempatan. Aku takut tak bisa melanjutkan hobi mengoleksi lukisan. Aku takut tak
bisa mengekspresikan isi kepalaku dengan menulis. Aku takut tak bisa
menjelajahi kota-kota menarik di berbagai belahan dunia. Ide bagaimana
kesibukan menyita waktumu hingga tak sadari kau menua dan mimpi-mimpi yang kau
gantung setinggi bintang hanya menjadi mimpi belaka bak film horor bagiku. Dan
kau tahu, yang pada akhirnya menantimu adalah kematian. Ah, kurasa aku terlalu
banyak mengeluh.
Kembali
pada ceritaku. Seusai bekerja, aku mampir ke warung makan favoritku di daerah
Gejayan. Sederhana memang, namun mereka menyajikan hot plate ayam terlezat se-Yogyakarta. (Tentu kita harus
mencobanya). Kemudian, aku memberi kejutan kepada ibuku dengan datang ke rumahnya.
Beliau tersenyum lebar saat melihatku datang membawa dua buah kue pukis
kesukaannya. Kami menghabiskan waktu mengobrol tentang pekerjaan dan rencanaku
tahun ini sebelum aku memeluknya dan pulang ke rumah.
Bagaimana
denganmu, Nona? Aku yakin harimu pasti jauh lebih menyenangkan.
Nona
Naya,
Maaf
jika aku seringkali membahas tentang kematian. Selain karena profesiku yang
sangat berdekatan dengannya, aku sendiri sangat tertarik dengan konsep serta misteri
yang yang menyusun inti semesta. Ibaratnya, kehidupan adalah koin. Tentu setiap
koin memiliki dua sisi. Salah satunya, kematian. Kematian dilambangkan sebagai dewa
penghancur. Ia katastropik, menghancurkan siapapun tanpa ampun. Jiwa, mimpi,
harapan, apapun itu kelak kan direnggutnya. Dan setiap hari kita mengharapkan
hadirnya sisi lain dari koin tersebut. Ya, kelahiran.
Nona
Naya,
Berkaitan
dengan keinginanmu untuk menulis artikel tentang hobiku, bagaimana dengan Rabu
minggu ini? Karena Senin malam, aku sudah menyiapkan makan malam spesial bersama
tunanganku.
Aku
tahu sebuah kafe di daerah Kotabaru yang mungkin kau suka. Tempatnya unik, penuh
dengan sentuhan klasik di setiap sudutnya. Lantai parquet, jam antik, dan tempatnya yang tak banyak orang membuat suasana
kafe ini begitu harmoni. Kau pasti suka.
Nona
Naya,
Hari
ini adalah hari yang baik. Dan suratmu, melengkapinya.
Selamat
malam, Nona.
sweet love letter :')
ReplyDeleteDit.. kamu udh tunangan?
ReplyDelete