Saturday, February 1, 2014

Nona Naya


Salam, Nona Naya.
Sebelumnya, aku meminta maaf telah lancang menulis sebuah surat kepadamu. Sesungguhnya aku tak pandai menyusun kata demi kata, berbicara pun gagu. Tetapi aku tak bisa menahannya. Sesuatu dalam diri memerintahkan jemariku untuk bekerja, menulis untukmu. Tidak, saya tidak ingin menyimpulkan jika apa yang saya rasakan adalah cinta. Kau tahu Nona, aku adalah orang yang skeptis dengan kata cinta. Ia sungguh lunatik, manipulatif. Mungkin cinta ialah buah terlarang yang menghukum umat manusia. Atau mungkin cinta ialah tiran yang begitu kejam hingga sanggup membuat mereka yang menyembahnya menderita.

Nona Naya,
Apakah Nona ingat bagaimana kita pertama kali bertemu? Sebuah acara peluncuruan buku di sebuah galeri di Jalan Kaliurang. Aku hadir sebagai tamu undangan karena sahabatku adalah penulisnya. Sedangkan kau hadir untuk meliput acara ini, bukan? Untuk pertama kalinya, aku melihatmu Nona. Kau sungguh cantik serta menarik. Bagaimana kau berpenampilan, bagaimana kau mengungkapkan ide kepada kolegamu, bagaimana kau tersenyum menjadi daya tarik tersendiri bagiku. Meski gemetaran, kuajak dirimu berbasa-basi. Aku ingin membuatmu terkesan. Anggur demi anggur, tawa demi tawa. Segala sesuatunya berjalan melebihi harapanku. Semakin larut, semakin kusadari kau lebih dari sekedar wanita. Pikiranmu selayaknya samudra—sungguh dalam dan misterius. Aku tenggelam padamu, Nona.

Nona Naya,
Apakah Nona percaya dengan kematian? Setiap hal yang menyusun materi di semesta tak ada yang abadi, kecuali kematian itu sendiri. Ia adalah akhir yang agung dari kisah yang kita tulis sendiri. Sebagian orang mengaitkannya sebagai pengalaman religius—kita datang dan pasti akan pulang ke hadapan-Nya. Sebagian lainnya menghubungkan kematian dengan teori nihilisme serta ketidakriilan dunia. Tidak, aku tidak setuju dengan keduanya. Bagaimana denganmu, Nona?

Nona Naya,
Sekali lagi, maafkan aku karena telah lancang menulis surat ini. Aku ingin sekali berhubungan denganmu—bertukar pikiran, ditemani secangkir kopi di batas senja. Semoga setelah surat ini, akan ada cerita selanjutnya tentang kita.

Sekian.
Selamat malam, Nona Naya.

1 comment: