Monday, January 14, 2013

Kamu, Kabar Baikku.

Hai.

Sepertinya, aku sudah berulang kali mengucap ‘hai’ kepadamu. Yah… meski kadang tidak kau hiraukan. Jadi, apa kabar? Aku harap kau selalu berada dalam kabar baik seperti yang pernah kau janjikan padaku. Aku harap kau selalu dikelilingi teman-teman yang baik serta sanggup memahami senang dan sedihmu. Aku harap kau selalu berbahagia dengan dia yang tak bosan-bosannya kau ceritakan padaku; dia yang benar-benar kau cintai. Aku? Aku masih seperti dulu. Merindukanmu.

Kau tahu? Senja ialah kita, warna dikromatik yang melebur menjadi sesuatu yang mereka sebut sebagai indah. Dua yang pernah saling rindu, yang pernah menulis bahagia dengan tinta senyum dan sayang walau sesaat. Dua yang kemudian berjalan menjauh, memutuskan menjadi sebatas sahabat.

Aku mengingat betul. Bagaimana aku suka menutup matamu dari belakang dan bagaimana kau tertawa karenanya. Bagaimana aku suka memandangimu lekat-lekat dan bagaimana kau merasa terganggu meski tersenyum juga. Bagaimana kau marah karena aku mulai ditemani sebungkus rokok di tiap malam dan bagaimana aku menyesal setelahnya. Bagaimana aku berusaha mengejarmu untuk meminta maaf dan bagaimana kau tidak lagi peduli lalu pergi meninggalkan.

Kau ialah mimpiku, dan mencintaimu dalam diam ialah realita yang harus aku terima.

Aku masih mencintaimu.
Meski kau tidak pernah tahu.
Meski kau tidak perlu tahu.
Meski kau tidak mau tahu.

Kau tahu? Mereka menertawakan aku. Mereka kerap memaksaku untuk melupakan kamu, serta semua yang kupendam selama tiga tahun ini. Cinta juga menuntut logika; tidak hanya mengutamakan perasaan yang bisa mengubahmu menjadi bisu dan tuli, yang bisa mengubahmu menjadi budak waktu untuk selalu diam menunggu, kata mereka. Entahlah, aku tidak peduli. Jika mencintaimu ialah bodoh, aku rela tidak memahami apa-apa selain kebahagiaan kecil yang kini kugenggam.

Terakhir, terima kasih telah membaca suratku.
Jika suatu saat kau membalas suratku, jawabku untuk “apa kabar?” darimu ialah “aku baik-baik saja.”
Ya, karena memang aku baik-baik saja. Aku mencintaimu dalam diam dan aku bahagia.
Mungkin akan tiba saatnya aku merasa lelah dan kau benar tidak membuka hati untukku.
Pergi ialah pilihan, melupakan ialah jawaban.
Namun jika suatu saat kau memutuskan untuk bersamaku, tentu hatiku siap menerima.
Karena kamu, kabar baikku.




Teruntuk kamu,


Juli, 2010.

No comments:

Post a Comment